Sebagai ajaran agama
pembawa rahmat bagi sekalian alam, sesungguhnya
Islam
merupakan agama yang
sangat memperhatikan segala aspek yang berkaitan dengan
kehidupan manusia, termasuk mengenai pendidikan. Petunjuk Kitab
Suci Al Qur’an
maupun Sunnah Nabi SAW
dengan jelas menuntut dan menuntun para penganut Islam
untuk meningkatkan
kecakapan dan akhlak generasi muda. Hal ini karena pendidikan
adalah sebuah penanaman
modal manusia untuk masa depan, membekali generasi muda
dengan budi pekerti
yang luhur dan kecakapan yang tinggi. Islam telah mengajarkan
mengenai betapa
pentingnya bekal pendidikan yang sepatutnya diawali pembenahan
pada diri sendiri dan
keluarga. ALLAH berfirman di dalam Al Qur’an surah at Tahrim,
ayat 6 : ‘ Hai orang –
orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari (siksa) api neraka
yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu …’
Ayat tersebut
sepatutnya dimaknai bahwa memelihara diri dan keluarga itu mutlak
dilakukan bagi setiap
insan mukmin melalui pembekalan dalam segala aspek pendidikan ;
utamanya pendidikan
agama, dengan tidak mengabaikan aspek pendidikan dan keahlian
lainnya, seperti ;
ilmu ekonomi, sosial dan lain sebagainya, sehingga setiap
diri mampu
mengarahkan dirinya
pada keridhaan ALLAH.
Mengenai budi pekerti
luhur, Al Qur’an mengingatkan agar semua
orang
memelihara diri sendiri
dan keluarga dari azab neraka, yakni dengan menanamkan takwa
kepada ALLAH dan budi pekerti luhur. Ini karena,
menurut Nabi SAW ; Tidak ada
sesuatu yang lebih
banyak memasukkan manusia ke dalam surga daripada takwa kepada
ALLAH dan budi pekerti
luhur. Beliau bersabda : “ Yang
terbanyak memasukkan ke surga
adalah takwa kepada
ALLAH dan budi pekerti luhur ”. (Hadits; dikutip dalam kitab Bulughul
Maram).
Al Qur’an juga mengingatkan
kaum Muslim agar waspada untuk
tidak
meninggalkan keturunan
yang lemah, yang akan menimbulkan kekhawatiran.
ALLAHberfirman : “ Hendaklah mereka waspada kalau sampai
meninggalkan di belakang mereka anak
turunan yang lemah,
yang mereka khawatirkan. Maka bertakwalah kepada ALLAH, dan hendaklah
berkata dengan
perkataan yang benar.” (QS. An Nisa ; 9)
Terhadap ayat tersebut,
Ibnu Katsir dalam kitabnya memberi ulasan dengan antara
lain mengutip sebuah
Hadits ; “ Engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya adalah
lebih baik daripada
meninggalkan mereka dalam keadaan papa dan meminta – minta kepada
manusia.” (HR. Bukhari)
Usaha mencegah jangan
sampai kita mewariskan keturunan yang lemah,
yang
dalam Hadits itu
terutama “ lemah ” dalam arti ekonomi ; yakni miskin, tidak hanya
mewariskan harta
kekayaan, hal mana adalah wajar saja.
Tetapi khususnya di zaman
modern dengan pola
ekonomi industri seperti sekarang, usaha itu dilakukan dengan
membekali generasi muda
berkaitan kecakapan – kecakapan yang diperlukan, sehingga
mereka mampu tampil
sebagai sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.
Untuk perkara kecakapan
inipun, Nabi SAW memberi teladan bagaimana
menghargai para
ahlinya. Sesuai dengan konteks zaman beliau ; 14 abad yang lalu, suatu
bentuk kecakapan yang amat berharga ialah kepandaian memanah
(menembak dengan
panah), karena kecakapan
itu sangat diperlukan untuk perang dan besar sekali
peranannya untuk
memperoleh kemenangan. Sebuah Hadits
menggambarkan betapa
Nabi SAW amat
menghargai para ahli panah. RASULULLAH
SAW bersabda : “ Dan
beliau berada di atas
mimbar, ‘ Dan siapkanlah kekuatan sedapat - dapatmu untuk menghadapi
mereka…”. (QS. Al
Anfal; 60), dan “ ketahuilah bahwa kekuatan ialah panahan, ketahuilah bahwa
kekuatan ialah panahan,
ketahuilah bahwa kekuatan ialah panahan.” (HR. Muslim)
Dalam hadits lain, RASULULLAH SAW bersabda ; “ Sesungguhnya ALLAH bakal
memasukkan ke
surga, tiga orang berkat satu batang anak panah, pembuatnya yang dengan
membuat anak panah itu
menghendaki kebaikan, orang yang menyediakan bahannya, dan orang
yang melemparkan
(menembakkan) anak panah itu.” Beliau juga bersabda ; “ Memanahlah kamu
dan menungganglah
(kuda). Dan kamu memanah adalah lebih
aku suka daripada menunggang
kuda. Adapun yang
dilakukan seseorang untuk bersantai adalah palsu kecuali menembakkan anak
panah dengan busurnya,
melatih kudanya, dan bergaul mesra dengan isterinya. Semua itu termasuk
kebenaran. Dan barang siapa melupakan keahlian memanah setelah diajari maka ia
telah
kufur (tidak bersyukur)
atas apa yang diajarkan kepadanya.” (HR. Ahmad)
Melalui firman ALLAH dan Sunnah Nabi itu dapat disimpulkan
bahwa Tujuan
Utama Pendidikan adalah
pendidikan moral atau akhlak dan pengembangan kecakapan
atau keahlian. Mengenai
akhlak, prinsip dan permasalahannya adalah sama untuk
seluruh umat manusia
sepanjang masa. Tetapi mengenai keahlian, terdapat perbedaan
keperluan manusia dari
tempat ke tempat yang lain, dari zaman ke zaman yang lain.
Maka sudah tentu jenis
keahlian yang diperlukan di zaman modern ini berbeda dengan
yang diperlukan di
zaman sebelumnya. Dan adanya keahlian modern memerlukan usaha
pendidikan modern.
Tantangan pertama dan
utama terhadap usaha di atas, adalah mengembalikan
pendidikan Islam ke
pangkuan umat, yakni masalah “ warisan colonial ”. Dan jika disebut
“ warisan Kolonial ”
tidaklah berarti hanya hal – hal yang sengaja diperbuat oleh kaum
kolonial untuk
melemahkan umat Islam, tapi juga respons umat Islam sendiri terhadap
kolonialisme itu yang
meskipun patriotik namun agaknya harus dibayar dengan ongkos
yang mahal. Dalam hal
ini umat Islam tidak saja “ kalau dahulu ” oleh umat – umat yang
lain. Umat Islam juga
kalah dalam bidang “ linkagee ” internasional, karena belum satupun
Negara Islam tampil
sebagai Negara modern sebanding dengan, misalnya ; Jepang yang
Shinto / Buddhist.
Lemahnya “ linkage ” ini berdampak kepada kesulitan relatif umat Islam
mengembangkan
pendidikan modern di Indonesia, sebuah negeri dengan penduduk
mayoritas Muslim.
Sesungguhnya umat Islam
Indonesia mulai sedikit dapat beranjak dari belenggu
warisan kolonial sejak
Kabinet Natsir pada tahun 1950. Melalui kabinet itu, Menteri
Agama A. Wahid Khasyim
dan Menteri Pendidikan Bahder Johan membuat terobosan di
bidang pendidikan,
dengan keputusan hendak mengadakan kurikulum pengetahuan
umum untuk madrasah – madrasah dan pengetahuan
agama untuk sekolah – sekolah.
Dua dasawarsa terakhir
ini memperlihatkan dampak kebijakan pendidikan itu dengan
adanya gerak
konvergensi antara “ pendidikan umum ” dan “ pendidikan agama ”.Tetapi usaha
umat Islam mengejar ketertinggalannya oleh umat – umat lain sesama
warga Negara dapat
diibaratkan mengejar bayangan ; semakin
cepat dikejar, semakin
cepat pula menjauh.
Keadaan itu dapat diatasi hanya jika dilakukan usaha – usaha ekstra
keras. Salah satunya
ialah dengan pancingan peningkatan mutu
secara cepat melalui
usaha – usaha
pendidikan unggulan. Dengan risiko kemungkinan dinilai, atau dituduh,
elitis atau kurang
populis, keadaan umat Islam sekarang ini membuat usaha pendidikan
unggulan menjadi
semacam “ fardlu kifayah ”; tidak
seluruh umat diharuskan
melakukannya, cukup
sebagian saja. Tetapi jika tidak ada sama sekali yang
melakukannya, maka
seluruh umat terbebani pertanggungjawaban.
Karena retorika –
retorika politiknya sendiri, umat Islam Indonesia sering terbuai
oleh bayangan sebagai
golongan mayoritas. Tapi ilmu – ilmu sosial membuktikan bahwa
perjalanan sejarah umat manusia tidak terutama ditentukan oleh
jumlah orang
(mayoritas), melainkan
oleh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) nya. Nabi SAW
bersabda ; “ Manusia
adalah barang tambang dalam kebaikan dan keburukan : Mereka yang baik
dalam Jahiliyah adalah
yang baik dalam Islam jika mereka mengerti.” (HR. Ahmad)
Sabda Nabi SAW itu
adalah gambaran yang jelas tentang pentingnya
memperhatikan kualitas
bahan manusia, khususnya dalam usaha pendidikan. Dilihat dari
segi proses “ input –
output”, hasil suatu usaha pendidikan akan tergantung kepada siapa
yang masuk untuk
diolah. Jika bahan manusianya (calon anak didiknya) unggul,
keluarannyapun akan
unggul, Insya ALLAH. Meskipun mendidik manusia tidak serupa
dengan proses mekanis,
namun analogi itu dapat dipertimbangkan. MASYA ALLAH …