Friday, December 28, 2012

Pendidikan Dalam Persepektif Islam


Sebagai ajaran agama pembawa rahmat bagi sekalian alam, sesungguhnya  Islam
merupakan agama yang sangat memperhatikan segala aspek yang berkaitan dengan
kehidupan manusia,  termasuk mengenai pendidikan. Petunjuk Kitab Suci Al Qur’an
maupun Sunnah Nabi SAW dengan jelas menuntut dan menuntun para penganut Islam
untuk meningkatkan kecakapan dan akhlak generasi muda. Hal ini karena pendidikan
adalah sebuah penanaman modal manusia untuk masa depan, membekali generasi muda

dengan budi pekerti yang luhur dan kecakapan yang tinggi. Islam telah mengajarkan
mengenai betapa pentingnya bekal pendidikan yang sepatutnya diawali pembenahan
pada diri sendiri dan keluarga. ALLAH berfirman di dalam Al Qur’an surah at Tahrim,
ayat 6 : ‘ Hai orang – orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari (siksa) api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu …’
Ayat tersebut sepatutnya dimaknai bahwa memelihara diri dan keluarga itu mutlak
dilakukan bagi setiap insan mukmin melalui pembekalan dalam segala aspek pendidikan ;
utamanya pendidikan agama, dengan tidak mengabaikan aspek pendidikan dan keahlian
lainnya, seperti ; ilmu  ekonomi,  sosial dan lain sebagainya, sehingga setiap diri mampu
mengarahkan dirinya pada keridhaan ALLAH.
Mengenai budi pekerti luhur, Al Qur’an mengingatkan  agar semua orang
memelihara diri sendiri dan keluarga dari azab neraka, yakni dengan menanamkan takwa
kepada  ALLAH dan budi pekerti luhur. Ini karena, menurut Nabi SAW ; Tidak  ada
sesuatu yang lebih banyak memasukkan manusia ke dalam surga daripada takwa kepada
ALLAH dan budi pekerti luhur. Beliau bersabda :  “ Yang terbanyak memasukkan ke surga
adalah takwa kepada ALLAH dan budi pekerti luhur ”. (Hadits; dikutip dalam kitab Bulughul
Maram).
Al Qur’an juga  mengingatkan  kaum Muslim  agar waspada untuk tidak
meninggalkan keturunan yang lemah, yang akan menimbulkan kekhawatiran.  ALLAHberfirman : “ Hendaklah mereka waspada kalau sampai meninggalkan  di belakang mereka anak
turunan yang lemah, yang mereka khawatirkan. Maka bertakwalah kepada ALLAH, dan hendaklah
berkata dengan perkataan yang benar.” (QS. An Nisa ; 9)
Terhadap ayat tersebut, Ibnu Katsir dalam kitabnya memberi ulasan dengan antara
lain mengutip sebuah Hadits ; “ Engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya adalah
lebih baik daripada meninggalkan mereka dalam keadaan papa dan meminta – minta kepada
manusia.” (HR. Bukhari)
Usaha mencegah jangan sampai kita mewariskan keturunan yang lemah,  yang
dalam Hadits itu terutama “ lemah ” dalam arti ekonomi ; yakni miskin, tidak hanya
mewariskan harta kekayaan, hal mana adalah wajar saja.  Tetapi khususnya  di zaman
modern dengan pola ekonomi industri  seperti  sekarang, usaha itu dilakukan dengan
membekali generasi muda berkaitan kecakapan – kecakapan yang diperlukan, sehingga
mereka mampu tampil sebagai sumber daya manusia yang berkualitas tinggi.
Untuk perkara kecakapan inipun, Nabi SAW memberi teladan bagaimana
menghargai para ahlinya. Sesuai dengan konteks zaman beliau ; 14 abad yang lalu, suatu
bentuk kecakapan  yang amat berharga ialah kepandaian memanah (menembak dengan
panah), karena kecakapan itu sangat diperlukan untuk perang dan besar sekali
peranannya untuk memperoleh kemenangan. Sebuah  Hadits menggambarkan betapa
Nabi SAW amat menghargai para  ahli panah. RASULULLAH SAW bersabda : “ Dan
beliau berada di atas mimbar, ‘ Dan siapkanlah kekuatan sedapat - dapatmu untuk menghadapi
mereka…”. (QS. Al Anfal; 60), dan “ ketahuilah bahwa kekuatan ialah panahan, ketahuilah bahwa
kekuatan ialah panahan, ketahuilah bahwa kekuatan ialah panahan.” (HR. Muslim)
Dalam hadits lain,  RASULULLAH SAW bersabda ; “ Sesungguhnya  ALLAH bakal
memasukkan  ke  surga, tiga orang berkat satu batang anak panah, pembuatnya yang dengan
membuat anak panah itu menghendaki kebaikan, orang yang menyediakan bahannya, dan orang
yang melemparkan (menembakkan) anak panah itu.” Beliau juga bersabda ; “ Memanahlah kamu
dan menungganglah (kuda). Dan kamu memanah adalah lebih  aku suka  daripada menunggang
kuda. Adapun yang dilakukan seseorang untuk bersantai adalah palsu kecuali menembakkan anak
panah dengan busurnya, melatih kudanya, dan bergaul mesra dengan isterinya. Semua itu termasuk kebenaran. Dan barang siapa melupakan keahlian memanah setelah diajari maka ia telah
kufur (tidak bersyukur) atas apa yang diajarkan kepadanya.” (HR. Ahmad)
Melalui firman  ALLAH dan Sunnah Nabi itu dapat disimpulkan bahwa Tujuan
Utama Pendidikan adalah pendidikan moral atau akhlak dan pengembangan kecakapan
atau keahlian. Mengenai akhlak, prinsip dan permasalahannya adalah sama untuk
seluruh umat manusia sepanjang masa. Tetapi mengenai keahlian, terdapat perbedaan
keperluan manusia dari tempat ke tempat yang lain, dari zaman ke zaman yang lain.
Maka sudah tentu jenis keahlian yang diperlukan di zaman modern ini berbeda dengan
yang diperlukan di zaman sebelumnya. Dan adanya keahlian modern memerlukan usaha
pendidikan modern.
Tantangan pertama dan utama  terhadap usaha di atas,  adalah mengembalikan
pendidikan Islam ke pangkuan umat, yakni masalah “ warisan colonial ”. Dan jika disebut
“ warisan Kolonial ” tidaklah berarti hanya hal – hal yang sengaja diperbuat oleh kaum
kolonial untuk melemahkan umat Islam, tapi juga respons umat Islam sendiri terhadap
kolonialisme itu yang meskipun patriotik namun agaknya harus dibayar dengan ongkos
yang mahal. Dalam hal ini umat Islam tidak saja “ kalau dahulu ” oleh umat – umat yang
lain. Umat Islam juga kalah dalam bidang “ linkagee ” internasional, karena belum satupun
Negara Islam tampil sebagai Negara modern sebanding dengan, misalnya ; Jepang yang
Shinto / Buddhist. Lemahnya “ linkage ” ini berdampak kepada kesulitan relatif umat Islam
mengembangkan pendidikan modern di Indonesia, sebuah negeri dengan penduduk
mayoritas Muslim.
Sesungguhnya umat Islam Indonesia mulai sedikit dapat beranjak dari belenggu
warisan kolonial sejak Kabinet Natsir pada tahun 1950. Melalui kabinet itu, Menteri
Agama A. Wahid Khasyim dan Menteri Pendidikan Bahder Johan membuat terobosan di
bidang pendidikan, dengan keputusan hendak mengadakan kurikulum pengetahuan
umum  untuk madrasah – madrasah dan pengetahuan agama untuk sekolah – sekolah.
Dua dasawarsa terakhir ini memperlihatkan dampak kebijakan pendidikan itu dengan
adanya gerak konvergensi antara “ pendidikan umum ” dan “ pendidikan agama ”.Tetapi usaha umat Islam mengejar ketertinggalannya oleh umat – umat lain sesama
warga Negara dapat diibaratkan  mengejar bayangan ; semakin cepat dikejar, semakin
cepat pula menjauh. Keadaan itu dapat diatasi hanya jika dilakukan usaha – usaha ekstra
keras. Salah satunya ialah  dengan pancingan peningkatan mutu secara  cepat  melalui
usaha – usaha pendidikan unggulan. Dengan risiko kemungkinan dinilai, atau dituduh,
elitis atau kurang populis, keadaan umat Islam sekarang ini membuat usaha pendidikan
unggulan menjadi semacam  “ fardlu kifayah ”; tidak seluruh umat diharuskan
melakukannya, cukup sebagian saja. Tetapi jika tidak ada sama sekali yang
melakukannya, maka seluruh umat terbebani pertanggungjawaban.
Karena retorika – retorika politiknya sendiri, umat Islam Indonesia sering terbuai
oleh bayangan sebagai golongan mayoritas. Tapi ilmu – ilmu sosial membuktikan bahwa
perjalanan sejarah  umat manusia tidak terutama ditentukan oleh jumlah orang
(mayoritas), melainkan oleh kualitas  Sumber  Daya  Manusia (SDM) nya. Nabi SAW
bersabda ; “ Manusia adalah barang tambang dalam kebaikan dan keburukan : Mereka yang baik
dalam Jahiliyah adalah yang baik dalam Islam jika mereka mengerti.” (HR. Ahmad)
Sabda Nabi SAW itu adalah gambaran yang jelas tentang pentingnya
memperhatikan kualitas bahan manusia, khususnya dalam usaha pendidikan. Dilihat dari
segi proses “ input – output”, hasil suatu usaha pendidikan akan tergantung kepada siapa
yang masuk untuk diolah. Jika bahan manusianya (calon anak didiknya) unggul,
keluarannyapun akan unggul, Insya ALLAH. Meskipun mendidik manusia tidak serupa
dengan proses mekanis, namun analogi itu dapat dipertimbangkan. MASYA ALLAH …